Monday, March 31, 2014

Dilema





rupanya pengunjung blog ini memang orang2 teresat

Pattern


"hidup itu nggak mudah, orang tobat, lalu melakukan lagi, tobat lagi, lalu melakukan lagi" -Nobita tua abis sober dari mabok, ketika nobita pergi ke masa depan.

Mana yang salah, terjebak dalam pola atau menyadari keberadaan pola dan membiarkan diri berenang didalam sana? Gue mengalami keduanya.

Pola atau pattern adalah urutan yang keliatannya random tapi bisa dibaca kelanjutannya. Setiap orang punya pola dalam tingkah lakunya. Orang yang seperti ini disebut creature of habit. Jangan salahkan bunda mengandung kalo gue pake frase orang-yang-seperti-ini dan keliatan menyiratkan konotasi negatif, nggak selalu kok. Orang sukses juga berhabit. Habit membentuk sisi unik dari individu, faktanya, manusia dan setiap manusia adalah Creature of habit, jadi kalimat diatas sifatnya retorikal, paradoks, ironi. Apapun.


Sunday, March 23, 2014

Wisdom

Lonceng bertingkah, sebagaimana mestinya,
Membangunkan orang, tanpa terbangun

Kalau membangunkan untuk sarapan, kadang gue merasa bahwa kakek lelah untuk bangun. Kadang nampak menyayangkan ia bangun. Tapi semua terhapus ketika sudah berada di meja makan untuk sarapan bersama. Rasa-rasanya, diuji dengan hafalan jumlah dan nama delapan anaknya merupakan hiburan yang menjadi bahan bakar hidupnya.

Wah, keluarga saya besar ya.

Wisdom. Adalah tema tulisan kali ini. Baru baca tulisan rujukan kampus tentang human life stage (pertanyaan : kenapa nggak pake maslow, freud atau jung?), ada yang menarik dengan usia senja. Gue berkesempatan untuk bertanya pada eyang gue, apa sih yang dirasakan orang di usia senja?

Tuesday, March 18, 2014

arsip sendiri satu

Karena menulis adalah menghidupkan, karena menulis adalah mengabadikan, dan karena menulis adalah belajar salah, maka gue kembali menulis. Entah sejak kapan gaya tulisan gue yang dulu melihat dunia dengan mata komedi yang polos berubah jadi brainstormer bertenaga bajaj begini. Naif abis, membenar-benarkan, dan romantis.

Seperti kata dosen favorit gue, “Persetanlah, itu” , Mari kita liat seberapa jauh usia ngebawa gue. Gue cuma berdoa agar gue ga salah baca buku dan berakhir jadi teroris di timur tengah.

Gue baru baca bahan kuliah yang bakal didiskusiin rabu besok. Ketika seharusnya gue sekarang memperbaiki gambar kerja perancangan, ngebuat poster lomba, dan ngisi logbook, gue malah mengabadikan tulisan ini. Ini pelarian yang perlu. Lebih baik daripada tidur.

Sunday, March 2, 2014

Jejak

Berbicara tentang orang tidak akan ada habisnya. Berbicara tentang diri sendiri apalagi, sampai ujung terompet sangsakala berbunyi pun ga bakal kelar. Mari kita ngobrol tentang jejak kaki. Tentang ocehan perjalanan yang pendek. Sebab waktu gue tinggal kurang setengah jam lagi sebelum paket internet habis. Jadi, mari jari, menari.

Ada seorang pejalan kaki. Kakinya begitu tebal mengkerak. Ia menempuh bumi sejak satu tahun terhitung ia dilahirkan. Sejak itu ia tidak pernah berhenti berjalan. Kata orang jejak kakinya dapat terlihat dari jarak tak kasat mata karena begitu dalam tiap ia berpijak. Kata orang aroma dari jejaknya sering tertinggal. Aroma rumput dari beragam lembah yang telah ia lalui, aroma rawa dari hutan yang ia lewati dan aroma debu dari padang pasir yang terdengar seperti dalam dongeng, namun ada hanya karena terlupa. Kata orang ukurannya besar, lebih dari kebanyakan kaki orang normal. Jejaknya memiliki kedalaman yang berbeda dari kebanyakan kaki orang, mengguratkan cerita yang angin tak berani hapus.