Friday, April 25, 2014

Arsip sendiri dua

Aku mati kutu. Disampingku menjelma rupa. Rupa keraguan. Sublimasi dari ketakutan. Aku berupaya untuk melarikan diri dari rimba kenisbian. Hanya untuk berujung diri pada lautan kealpaan. Kaki letih sekali rasanya, seperti hendak meracuni pantai dengan darah. Aku ingin menghirup asap, lalu menyalahkan dunia dengan mengkorbankan diri. Mengatasnamakan kemalangan. Menganaktirikan keberanian. Aku ingin menjual mimpi semu pada bocah yang bermain air comberan di pinggir jalan. Aku hendak membunuh asa untuk kali kesekian. Betapa malang dia yang berusaha dan terpuruk hanya untuk menelan tawa orang lain yang bertingkah atas sedikit jelma Tuhan yang dijentikkan di ubun-ubunnya. Betapa hina ia yang menanggalkan kesadaran dan memilih kepercayaan tentang menjadi mangsa dari nasib. Betapa, oh betapa malang ia yang berlayar dalam nadi ketidaktahuan. Berputar dalam siklus tanpa jemu yang merasuk lubang delapan penjuru untuk menggerogoti jiwa. Berupaya mencuri tempat dalam sedikit utopia yang nampak menjanjikan namun begitu berkabut, berputar dan bias.
 Aku meninggal dalam takik duka yang merangsang. Aku bernafas dalam kekosongan. Keringatku kering, memaksa untuk mengingat apa yang tengah aku idam, aku lalu dan aku kini. Lalu tinggal mengeruk, meruangkan sedu yang menapik panggilan kesenangan. Tanganku dingin, beku dan jemariku merobek udara yang membungkus dengan pekat. Aku ingin bebas. Aku ingin bernafas. Aku ingin menanggalkan kondisi tinggal. Aku ingin meng Aku kan.