Kata pacar saya, tulisan itu mahal, emang elu diobral-obral. Saya jadi
berfikir lagi tentang menulis. Saya juga jadi bertanya, mengapa saya (atau
banyak orang) menulis di blog, serius ataupun tidak. Padahal dalam banyak
kasus, penulis besar tidak mengobral tulisannya lewat media sosial atau platform
dunia maya lainnya, yang biasanya bersifat publik. Biasanya tulisan sampingan
(draft) dicatat pada jurnal, atau surat-surat yang bersifat pribadi. Saya tidak
tahu, misalnya jika 30 tahun silam ada twitter, apakah karyanya akan beringsut
menjadi produk recehan yang hilang enam bulan kemudian di toko buku. Sebab
melempar tulisan ke publik perlu pertimbangan lebih atau proses penyesuaian,
yang kadang melunturkan ke-apa-adanya-an sebuah tulisan. Maksud saya, hilangkah
kejujuran tulisan karena menuruti jumlah approval di dunia maya? Banal dan
pesimis, tetapi kemungkinan itu ada.