Saturday, October 4, 2014

Menulis (kembali)


Writing is re-writing 

Kalimat ini punya nilai kebenaran. Namun, untuk menulis adalah untuk kembali meniatkan. Tindakan menulis selalu dimulai dengan keinginan mengeksistensikan sesuatu, menghidupkan ingatan, membekukan kejadian, mengenalkan citra diri, menyombongkan cinta, membagi haru (lihat, betapa senang saya menyebutkan perihal eksistensi).

Intinya adalah kegiatan menulis yang dimulai dari diri sendiri -bahkan ketika keinginannya  untuk diakui orang, sama besar nyala semangat tulisannya dengan tulisan yang dimaksudkan untuk menyebar cinta pada dunia. Tulisan yang baik adalah tulisan yang tulus. Tulisan yang ingin untuk mengeksistensikan sesuatu. 

Tulisan milik wanita setengah matang yang berkoar tentang rasa dengan tulisan almarhum Albert Camus punya similaritas; keduanya berteriak; saya eksis. saya ingin bercerita. Jadi bohong jika ada tulisan yang berusaha meniadakan dirinya sendiri. Begitupun dengan wasiat Curt Cobain yang isinya mondar-mandir self pity, pengakuan serta penolakan. Terlepas dari golongannya, tulisan adalah mencatat dan memberitakan. Yang pertama-tama memberitakan keberadaan dirinya sendiri.  

Jadi ketika seseorang mulai meninggalkan tulisan, bukan berarti ia kehilangan rasa pada jarinya. Namun perihal ia 


-sebentar, lagunya enak. Nostalgik sekali. 


Namun perihal ia mulai kehilangan ketulusan akan niatnya. Bukannya kehabisan cerita, tapi kebingungan mencari-cari alasan untuk memulai tulisan. Which is Alasan selalu ada disana; Tulisan yang non-sense sekalipun dengan sendirinya akan menjadi. Jika setiap penulis adalah ibu dari karyanya, dan Gibran pernah bilang bahwa Ibu adalah busur yang bertugas melepas anak sebagaimana panah yang melesat, maka kita tidak perlu khawatir karya kita akan dibusuk-busukkan oleh orang lain, sebab ketika pena diangkat, suatu karya menjelma. Logika ini memang berujung pada pertanyaan, apaalagi dalam tingkat yang praktikal. 

Yah utamanya saya sih ingin menyampaikan, bahwa kegiatan menulis memang butuh pertanggungjawaban, tetapi untuk menyatakan bahwa sebuah karya mendikte seorang penulis atau cara berfikirnya adalah porsulat yang prematur (apalagi se-sepele masalah pungtualitas kata "kontrol" yang kehilangan r). Sebab, seperti yang saya imani, semua penulis berkembang, bahkan secara prinsipil, begitu pula dengan tulisannya. Jadi jika ada penulis yang berhenti menulis, wajar saja jika karya terakhirnya adalah penghakiman definitif: Ia. Apalagi penulis yang belum punya karya. Saya ingin mencerca orang yang berhenti menulis, sebagaimana mencerca diri saya sendiri, sebab itulah satu cara saya memotivasi orang lain, sebagaimana memotivasi diri sendiri, di samping puk-puk hangat pada yang muhrim. Penulis yang berhenti artinya telah menghambakan pandangannya pada satu jalan saja, alih-alih melihat dengan banyak cara. Penulis yang berhenti adalah orang yang sudah kehilangan sense of detail, seakan semua orang mengenakan topi kerikil, nothing really matter. Penulis yang berhenti adalah orang yang memilih untuk mati, sebab tidak ada kesenangan duniawi yang bisa ia buktikan dari tulisannya. Jika tepisannya adalah tidak merasa perlu membukti, untuk apa pernah menulis?

Yah utamanya saya sih ingin menyampaikan, bahwa saya kembali mencoba untuk menulis setelah lelah dengan draft dan siklus writing and re-writing yang menghasilkan tulisan setara dengan jumlah oscar leonardo de caprio (nol). Sebab mendandani tulisan hingga dirasa cukup layak untuk ditayangkan kepada publik adalah jalan yang sangat boring. Padahal saya ingat, masa-masa saya senang menulis hingga cukup terkenal di SMA karena mempopulerkan kata menggelinjang, adalah masa dimana saya tidak pernah mereview tulisan. 

Mengapa pakai saya? Mencoba kacamata baru. Nanti jika matanya sakit ganti lagi.
Mengapa ganti model blog? Idem.

Mengakhiri tulisan yang penuh dengan kesesatan logika akibat kekurangan kopi ini, saya utamanya ingin menyampaikan, rugi sih berhenti menulis. Rugi sih nulis sekali-sekali. Namun lebih rugi lagi sih nulis dibagus-bagusin sementara tulisannya sendiri nggak minta banyak. Padahal tulisannya sendiri sudah berteriak minta dilepas.

No comments: