Sempat dimuat di logikarasa
[2]
[1]
Ada sebuah jendela
Pada banyak waktu
jendela kamar itu tertutup sempurna. Di saat yang lain saat tirainya terbuka
dan daunnya ditarik ke dalam, seorang perempuan akan duduk di depannya seraya
memandang cakrawala dengan muka pilu tanpa bergerak selama dua jam. Jendela itu
berada pada ketinggian 4 lantai dari tanah, pada sebuah gedung rumah susun enam
lantai yang sempat menjadi kawasan kriminal sebelum diberendel oleh aparat
setempat, sehingga sekarang penghuninya hanyalah pengelola dan orang-orang tua
yang menunggu maut. Maka, pemandangan seorang wanita muda bermata sayu di
ambang jendela adalah sebuah kontras yang menarik diantara jemuran usang dan
gedung tua yang kehilangan warnanya.
Disaat yang sama,
pemandangan itu menarik mata seorang paruh baya yang tinggal tidak jauh dari
rusun tersebut. Lelaki ini adalah pensiunan pegawai negeri yang hidup tanpa
keluarga. Saat usianya 30 tahun ia sekali memiliki kekasih yang setia
menungguinya pulang dari kantor untuk meminta uang. Saat malam tiba sang kekasih
akan membawa kesintalan tubuhnya pergi dari rumah itu dan pulang dini hari
untuk tidur kembali. Lelaki ini kemudian menceraikan hubungannya ketika mengetahui
perempuan itu beradu kelamin dengan seorang duda tua yang ia kenali sebagai
atasannya. Sejak saat itu ia tidak lagi berurusan dengan wanita dan menghabisi
hidupnya dengan bekerja. Kini ibadah barunya adalah memandang wanita yang duduk
di depan jendela setiap sore dari teras rumahnya. Nista dari wanita itu
diam-diam mengobati lukanya seperti sebuah lakban yang mengatasi kebenciannya
terhadap perempuan, maka ia akan tersenyum kala melihat duka perempuan itu tersaji
di ambang jendela.
[3]
Bustari adalah
seorang pemuda yang menurut orang-orang memiliki nama dan raut muka yang
terlalu tua untuk usianya; dua puluh. Setiap sore saat lelaki yang
memperhatikan perempuan itu duduk di muka rumahnya, Bustari akan meminggirkan
sepedanya di samping warung rokok pinggir jalan dan menyalakan sebatang kretek
sambil mengawasi lelaki itu amat sangat. Kebiasaan ini bukan tanpa motif,
walaupun ganjil tetapi Bustari merasa itu cukup untuk memberinya alasan duduk
disana sepanjang senja hingga gelas kopi ketiga dan orang-orang pulang sehabis
bermain catur. Bustari mengetahui dirinya memiliki ayah dari tetangga yang
memeliharanya di rumah mereka sebab ibunya yang merupakan pembantu disana terburu
meninggal sebelum bustari mampu diajak bicara. Katanya, ayah Bustari adalah
perampok yang nyawanya melayang akibat mencoba membegal tas dari seorang PNS.
Malang, ayahnya kehilangan keseimbangan dari motor dan menabrak sudut truk
sampah yang melintas dan mati diterkam metromini. Sopir yang disangka tewas ternyata
berhasil pontang-panting tak pernah ditemukan. Bustari berkesimpulan karena hasutan
dari sesama perampok bahwa Sumarto mantan PNS itu yang menyebabkan ayahnya mati
mengenaskan, jika bukan karena lelaki tua itu ayahnya pasti masih hidup. Ia
duduk disana untuk menunggu kesempatan si lelaki menyadari kebenciannya sehingga
ia dapat menghunus pisaunya tepat pada pelipis tua itu.
[4]
Nirmala punya
cerita yang lain. Ia merupakan anak semata wayang dari tetangga yang memelihara
Bustari sejak kecil. Rumah mereka yang tidak terlalu megah memberi kesempatan
bagi kedua anak ini untuk bermain bersama. Nirmala selalu mengaggap Bustari
sebagai seorang kakak karena banyak alasan sepele, diantaranya mengambilkan
buah jambu diatas pohon, membelanya dari anak-anak lelaki yang nakal, dan
menungguinya pulang dari sekolah. Namun Nirmala memendam cinta pada Bustari
diam-diam sejak ia batal menanggung tampar dari ibunya akibat memecahkan guci cina
kesayangan yang sebenarnya barang palsu di rumah mereka. Dengan perkasa Bustari
mengatakan ia yang melakukannya dan menerima lecut sabuk dari ayah Nirmala.
Kini, Nirmala memiliki kebiasaan baru untuk mengintip kekasihnya yang duduk di
warung kopi sejak Bustari meninggalkan rumah sore itu di hari ibunya meneriaki sang
kasih sebagai anak perampok yang mati digilas metromini. Nirmala akan memesan
segelas jus alpukat dan berpura-pura membaca buku dari kafe beratap terbuka yang
berdiri dua puluh meter dari warung kopi itu. Novel yang dibawanya selalu sama
tetapi tidak pernah ia selesaikan. Pikirannya digentayangi skenario ideal
tentang ajakan dibawa lari oleh Bustari ke ujung dunia.
[5]
Satu lantai ke bawah
dari Nirmala duduk seorang perempuan bernama Maya yang berparas rupawan. Maya
adalah seorang mahasiswi sastra yang kerap melayangkan pujian anonim pada Nirmala
karena terpesona dengan aktingnya (yang diam-diam dimodali imaji atas Bustari) di
atas panggung sandiwara kampus melalui setangkai mawar yang selalu dibuang oleh
Nirmala. Sedikit yang orang-orang tahu bahwa maya menghabiskan masa kecilnya
dengan menggosok kelaminnya pada buku novel yang secara kebetulan memiliki
judul yang sama dengan milik Nirmala. Saat beranjak besar ia beralih pada kelamin
teman-teman perempuannya. Ia selalu bertanya-tanya sambil mengamati Nirmala,
bagaimana caranya membawa perempuan indah itu ke pembaringan. Sambil
membersihkan kameranya, ia tersenyum mengingat rencana yang berkaitan dengan
sebotol obat penenang.
[6]
Ayah dari maya,
seorang pengusaha kelapa sawit yang dulunya bandar narkoba, menyewa seorang
lelaki berparas kuda untuk mencari tahu mengapa anaknya tidak pernah membawa
lelaki pulang kerumahnya, bahkan tidak lagi pulang walaupun dulunya mereka
sungguh dekat. Lelaki kuda itu akan duduk di mobilnya dengan kaca terbuka
sambil mengunyah kacang untuk melihat siapa yang Maya temui setiap sore di kafe
yang sama. Dua tahun yang lalu ia adalah anak buah si bandar yang ikut serta
mengedarkan obat-obatan terlarang di daerah rusun sebelum kena berendel aparat.
Seperti selayaknya seorang setengah cerdas yang memiliki banyak koneksi ia
memutuskan untuk menjadi penyelidik lepas. Begitu membosankan untuk memperhatikan
bahwa Maya hanya hilir mudik disana mencoba kameranya menjerat gambar, yang
tidak ia tahu sebagian besar berisi foto Nirmala yang akan digunakan nantinya
untuk berfantasi di kamar mandi.
[7]
Lelaki ini, seorang
detektif kacangan, tidak menyadari bahwa dirinya diintai seorang interpol bermoral
tinggi yang mengetahui hubungannya dalam jaringan obat-obatan terlarang dari
sebuah pasar tidak jauh mobilnya diparkir. Ia berpakaian seperti preman dan
menggoda perempuan sambil bergurau dengan para sopir disana untuk memperkuat
penyamarannya. Salah satunya karibnya adalah sopir metromini yang merenggut
nyawa ayah Bustari. Kecurigaannya menguat saat menemukan rutinitas baru dari
detektif ini setiap sore, menduga bahwa ia akan bertemu seseorang yang menjadi
juru kunci dari penyelidikannya. Sehingga ia berkata pada atasannya bahwa
penyelidikan semakin menampakkan hasil, dan atas nama hukum, tidak lama lagi dia
akan menangkap gembong bajingan yang mengotori mantan istrinya dan merusak
keluarganya.
[8]
Interpol yang matanya
mengacung pada detektif itu tidak sadar seorang lelaki renta tengah
memperhatikan dirinya sambil mengorek tempat sampah di sebuah komplek di dekat
pasar. Lelaki ini memiliki dendam pada sang interpol seperti monyet mendendam
anjing. Sebab, ada suatu hari dimana lelaki ini diludahi si interpol karena
tidak sengaja menumpahkan makan siangnya saat hendak memungut kaleng bekas. Tembakan
ludah ini semata-mata aksi penyamaran yang justru menerbitkan tawa seisi warung
makan. Begitu sakit hatinya direndahkan sedemikan rupa mengingat bahwa ia dulu
pernah kaya, walaupun hanya sekali, sebelum seluruh hartanya dibawa lari oleh
perempuan bertubuh sintal. Ia patah hati, dan selayaknya orang patah hati ia
mengadu pada minuman keras, lantas tak sadar jatuh miskin sejadi-jadinya.
[9]
Sore itu akan
berakhir ketika Annida berhenti bermain di halaman rumahnya sambil
memperhatikan gerak-gerik pemulung yang menggasak tempat sampahnya saban hari
karena adzan magrib berkumandang. Pemulung tua itu memiliki tempat di hati
annida sebab ia pernah, suatu kali, menolongnya dari ancaman seekor anjing
milik Nirmala. Pemulung itu, namanya Burhan, mengantar annida yang masih
sesenggukan dan berlutut lecet hingga pintu rumahnya, hanya untuk diusir oleh
pembantunya. Ayahnya melarang ia berbicara dengan orang asing. Ibunya berkata untuk
mengasihi semua orang. Satu dari banyak hal sepele yang berujung pada
perceraian. Batas toleransi ini pecah saat sang ibu menjadi pemadat. Sehingga,
dalam kegamangan untuk bertindak, hal paling dekat yang bisa Annida lakukan
adalah berterima kasih kepada si pengemis melalui tatapan.
Maka Santi, yang
telah bercerai selama 2 tahun dari Darman, menemukan dirinya tidak dapat
berpisah dari annida walau hanya selayang pandang, memutuskan untuk bertinggal di
rusun yang pernah ia tongkrongi saat masih diracuni oleh obat terlarang,
menyewa kamar dengan ketinggian yang cukup untuk memandang annida tiga ratus
meter garis miring, yang mengawasi Burhan sang pemulung dengan penuh kasih
sayang yang ingin meludahi Darman si interpol busuk yang gatal menangkap basah Johan
si detektif gagal atas nama hukum yang jengah mengintai Maya si anak manja yang
ingin memperkosa Nirmala yang ingin sekali dibawa lari Bustari ke ujung bumi yang
menunggu celah membunuh Sumarto berkali-kali yang tengah mengobati luka hati
dengan mengamati dirinya diam-diam, sambil berucap dalam gumam disusul air mata
saat annida kembali memasuki pintu rumahnya;
“anakku”
Lalu jendela itu
menutup, dan masing-masing dari orang itu kembali pada rutinitasnya untuk
menunggu jendela itu kembali dibuka.
No comments:
Post a Comment