Saturday, September 17, 2016

Jendela

Sempat dimuat di logikarasa

[1]
Ada sebuah jendela
Pada banyak waktu jendela kamar itu tertutup sempurna. Di saat yang lain saat tirainya terbuka dan daunnya ditarik ke dalam, seorang perempuan akan duduk di depannya seraya memandang cakrawala dengan muka pilu tanpa bergerak selama dua jam. Jendela itu berada pada ketinggian 4 lantai dari tanah, pada sebuah gedung rumah susun enam lantai yang sempat menjadi kawasan kriminal sebelum diberendel oleh aparat setempat, sehingga sekarang penghuninya hanyalah pengelola dan orang-orang tua yang menunggu maut. Maka, pemandangan seorang wanita muda bermata sayu di ambang jendela adalah sebuah kontras yang menarik diantara jemuran usang dan gedung tua yang kehilangan warnanya.
[2]
Disaat yang sama, pemandangan itu menarik mata seorang paruh baya yang tinggal tidak jauh dari rusun tersebut. Lelaki ini adalah pensiunan pegawai negeri yang hidup tanpa keluarga. Saat usianya 30 tahun ia sekali memiliki kekasih yang setia menungguinya pulang dari kantor untuk meminta uang. Saat malam tiba sang kekasih akan membawa kesintalan tubuhnya pergi dari rumah itu dan pulang dini hari untuk tidur kembali. Lelaki ini kemudian menceraikan hubungannya ketika mengetahui perempuan itu beradu kelamin dengan seorang duda tua yang ia kenali sebagai atasannya. Sejak saat itu ia tidak lagi berurusan dengan wanita dan menghabisi hidupnya dengan bekerja. Kini ibadah barunya adalah memandang wanita yang duduk di depan jendela setiap sore dari teras rumahnya. Nista dari wanita itu diam-diam mengobati lukanya seperti sebuah lakban yang mengatasi kebenciannya terhadap perempuan, maka ia akan tersenyum kala melihat duka perempuan itu tersaji di ambang jendela.

[3]
Bustari adalah seorang pemuda yang menurut orang-orang memiliki nama dan raut muka yang terlalu tua untuk usianya; dua puluh. Setiap sore saat lelaki yang memperhatikan perempuan itu duduk di muka rumahnya, Bustari akan meminggirkan sepedanya di samping warung rokok pinggir jalan dan menyalakan sebatang kretek sambil mengawasi lelaki itu amat sangat. Kebiasaan ini bukan tanpa motif, walaupun ganjil tetapi Bustari merasa itu cukup untuk memberinya alasan duduk disana sepanjang senja hingga gelas kopi ketiga dan orang-orang pulang sehabis bermain catur. Bustari mengetahui dirinya memiliki ayah dari tetangga yang memeliharanya di rumah mereka sebab ibunya yang merupakan pembantu disana terburu meninggal sebelum bustari mampu diajak bicara. Katanya, ayah Bustari adalah perampok yang nyawanya melayang akibat mencoba membegal tas dari seorang PNS. Malang, ayahnya kehilangan keseimbangan dari motor dan menabrak sudut truk sampah yang melintas dan mati diterkam metromini. Sopir yang disangka tewas ternyata berhasil pontang-panting tak pernah ditemukan. Bustari berkesimpulan karena hasutan dari sesama perampok bahwa Sumarto mantan PNS itu yang menyebabkan ayahnya mati mengenaskan, jika bukan karena lelaki tua itu ayahnya pasti masih hidup. Ia duduk disana untuk menunggu kesempatan si lelaki menyadari kebenciannya sehingga ia dapat menghunus pisaunya tepat pada pelipis tua itu.

[4]
Nirmala punya cerita yang lain. Ia merupakan anak semata wayang dari tetangga yang memelihara Bustari sejak kecil. Rumah mereka yang tidak terlalu megah memberi kesempatan bagi kedua anak ini untuk bermain bersama. Nirmala selalu mengaggap Bustari sebagai seorang kakak karena banyak alasan sepele, diantaranya mengambilkan buah jambu diatas pohon, membelanya dari anak-anak lelaki yang nakal, dan menungguinya pulang dari sekolah. Namun Nirmala memendam cinta pada Bustari diam-diam sejak ia batal menanggung tampar dari ibunya akibat memecahkan guci cina kesayangan yang sebenarnya barang palsu di rumah mereka. Dengan perkasa Bustari mengatakan ia yang melakukannya dan menerima lecut sabuk dari ayah Nirmala. Kini, Nirmala memiliki kebiasaan baru untuk mengintip kekasihnya yang duduk di warung kopi sejak Bustari meninggalkan rumah sore itu di hari ibunya meneriaki sang kasih sebagai anak perampok yang mati digilas metromini. Nirmala akan memesan segelas jus alpukat dan berpura-pura membaca buku dari kafe beratap terbuka yang berdiri dua puluh meter dari warung kopi itu. Novel yang dibawanya selalu sama tetapi tidak pernah ia selesaikan. Pikirannya digentayangi skenario ideal tentang ajakan dibawa lari oleh Bustari ke ujung dunia.

[5]
Satu lantai ke bawah dari Nirmala duduk seorang perempuan bernama Maya yang berparas rupawan. Maya adalah seorang mahasiswi sastra yang kerap melayangkan pujian anonim pada Nirmala karena terpesona dengan aktingnya (yang diam-diam dimodali imaji atas Bustari) di atas panggung sandiwara kampus melalui setangkai mawar yang selalu dibuang oleh Nirmala. Sedikit yang orang-orang tahu bahwa maya menghabiskan masa kecilnya dengan menggosok kelaminnya pada buku novel yang secara kebetulan memiliki judul yang sama dengan milik Nirmala. Saat beranjak besar ia beralih pada kelamin teman-teman perempuannya. Ia selalu bertanya-tanya sambil mengamati Nirmala, bagaimana caranya membawa perempuan indah itu ke pembaringan. Sambil membersihkan kameranya, ia tersenyum mengingat rencana yang berkaitan dengan sebotol obat penenang.

[6]
Ayah dari maya, seorang pengusaha kelapa sawit yang dulunya bandar narkoba, menyewa seorang lelaki berparas kuda untuk mencari tahu mengapa anaknya tidak pernah membawa lelaki pulang kerumahnya, bahkan tidak lagi pulang walaupun dulunya mereka sungguh dekat. Lelaki kuda itu akan duduk di mobilnya dengan kaca terbuka sambil mengunyah kacang untuk melihat siapa yang Maya temui setiap sore di kafe yang sama. Dua tahun yang lalu ia adalah anak buah si bandar yang ikut serta mengedarkan obat-obatan terlarang di daerah rusun sebelum kena berendel aparat. Seperti selayaknya seorang setengah cerdas yang memiliki banyak koneksi ia memutuskan untuk menjadi penyelidik lepas. Begitu membosankan untuk memperhatikan bahwa Maya hanya hilir mudik disana mencoba kameranya menjerat gambar, yang tidak ia tahu sebagian besar berisi foto Nirmala yang akan digunakan nantinya untuk berfantasi di kamar mandi.

[7]
Lelaki ini, seorang detektif kacangan, tidak menyadari bahwa dirinya diintai seorang interpol bermoral tinggi yang mengetahui hubungannya dalam jaringan obat-obatan terlarang dari sebuah pasar tidak jauh mobilnya diparkir. Ia berpakaian seperti preman dan menggoda perempuan sambil bergurau dengan para sopir disana untuk memperkuat penyamarannya. Salah satunya karibnya adalah sopir metromini yang merenggut nyawa ayah Bustari. Kecurigaannya menguat saat menemukan rutinitas baru dari detektif ini setiap sore, menduga bahwa ia akan bertemu seseorang yang menjadi juru kunci dari penyelidikannya. Sehingga ia berkata pada atasannya bahwa penyelidikan semakin menampakkan hasil, dan atas nama hukum, tidak lama lagi dia akan menangkap gembong bajingan yang mengotori mantan istrinya dan merusak keluarganya.

[8]
Interpol yang matanya mengacung pada detektif itu tidak sadar seorang lelaki renta tengah memperhatikan dirinya sambil mengorek tempat sampah di sebuah komplek di dekat pasar. Lelaki ini memiliki dendam pada sang interpol seperti monyet mendendam anjing. Sebab, ada suatu hari dimana lelaki ini diludahi si interpol karena tidak sengaja menumpahkan makan siangnya saat hendak memungut kaleng bekas. Tembakan ludah ini semata-mata aksi penyamaran yang justru menerbitkan tawa seisi warung makan. Begitu sakit hatinya direndahkan sedemikan rupa mengingat bahwa ia dulu pernah kaya, walaupun hanya sekali, sebelum seluruh hartanya dibawa lari oleh perempuan bertubuh sintal. Ia patah hati, dan selayaknya orang patah hati ia mengadu pada minuman keras, lantas tak sadar jatuh miskin sejadi-jadinya.

[9]
Sore itu akan berakhir ketika Annida berhenti bermain di halaman rumahnya sambil memperhatikan gerak-gerik pemulung yang menggasak tempat sampahnya saban hari karena adzan magrib berkumandang. Pemulung tua itu memiliki tempat di hati annida sebab ia pernah, suatu kali, menolongnya dari ancaman seekor anjing milik Nirmala. Pemulung itu, namanya Burhan, mengantar annida yang masih sesenggukan dan berlutut lecet hingga pintu rumahnya, hanya untuk diusir oleh pembantunya. Ayahnya melarang ia berbicara dengan orang asing. Ibunya berkata untuk mengasihi semua orang. Satu dari banyak hal sepele yang berujung pada perceraian. Batas toleransi ini pecah saat sang ibu menjadi pemadat. Sehingga, dalam kegamangan untuk bertindak, hal paling dekat yang bisa Annida lakukan adalah berterima kasih kepada si pengemis melalui tatapan.
Maka Santi, yang telah bercerai selama 2 tahun dari Darman, menemukan dirinya tidak dapat berpisah dari annida walau hanya selayang pandang, memutuskan untuk bertinggal di rusun yang pernah ia tongkrongi saat masih diracuni oleh obat terlarang, menyewa kamar dengan ketinggian yang cukup untuk memandang annida tiga ratus meter garis miring, yang mengawasi Burhan sang pemulung dengan penuh kasih sayang yang ingin meludahi Darman si interpol busuk yang gatal menangkap basah Johan si detektif gagal atas nama hukum yang jengah mengintai Maya si anak manja yang ingin memperkosa Nirmala yang ingin sekali dibawa lari Bustari ke ujung bumi yang menunggu celah membunuh Sumarto berkali-kali yang tengah mengobati luka hati dengan mengamati dirinya diam-diam, sambil berucap dalam gumam disusul air mata saat annida kembali memasuki pintu rumahnya;

“anakku”


Lalu jendela itu menutup, dan masing-masing dari orang itu kembali pada rutinitasnya untuk menunggu jendela itu kembali dibuka.

No comments: