Saturday, April 11, 2015

Orang Gila

Ada orang gila duduk di depan mini market. Mini market sebelah indomaret.

Bajunya kemeja belel, pantatnya diatas sandal, lututnya dibawah dagu, rambutnya menjuntai mesra dengan garukan konstan di pipi.

Setiap dia mendengar orang menyalak, memaki, menghina, ia akan mengulangi kata tersebut. Lalu mengikik. Ia mengingatkanku pada jelma The Raven dalam puisi Poe.

Seorang bocah tidak sengaja menjatuhkan helm milik tukang ojek yang lantas memaki si bocah dengan sebutan tolol. Si bocah melengos pergi.
kata tolol terucap kembali oleh si orang gila, tapi wajahnya berkiblat pada pengucap pertama.
Lalu, he dan he.


Seorang perempuan mendamprat lakinya tengah duduk merokok membiarkannya menunggu diatas motor di pengkolan jalan, ia berucap monyet. Si laki nyengir.
Orang gila itu mengulangi sabda monyet dengan wajah lurus pada si perempuan.
Lalu, he dan he.

Seorang perempuan menghardik anaknya dengan sebutan setan karena berlari sembarangan di jalan. Anak itu membahak.
Orang gila itu menyentak kembali kata setan dengan nada yang sama, tepat ketika si ibu lewat.
Lalu, he dan he.

Aku mengamati orang gila dari jarak amuk tambah satu meter, mengamatinya meniagakan diri pada Tuhan dengan rokok yang menyala bermanja di pucuk bibirnya. Dengan ketekunan luar biasa ia tidak membiarkan abu rokoknya jatuh, artinya ia jaga abu memanjang. Ia diam tak bergeming, bibirnya serupa stupa kaku. Abu itu memanjang hingga hampir sekelingking. Ia masih terpekur dalam pejam yang khidmat.

aku mengamatinya sambil merokok dengan tak sabar, kapan ia akan mencabut rokok itu sebelum membakar bibirnya? Gila. Pikirku.

Rokok itu pupus tepat sebelum mencapai bibir. lalu ia meludahinya ke tanah begitu saja. Baru aku sadari ia sama sekali tidak menghirup rokok itu. Ia hanya menyalakan rokok dan menghisapnya sekali-dua untuk menjaga baranya menyala sebelum menghembuskan asapnya di sela bibir, pelan tanpa mampir ke paru-paru. Ia tidak merokok.

Seketika ia mendelik padaku.
Gila, ucapnya.
Lalu, he dan he.