Saturday, July 25, 2020

Bukan Tentang Psikopat



Salah satu film Martin McDonagh yang saya ingat dengan baik adalah Seven Psychopath (2012). Film-filmnya memang sarat tema kriminal, tetapi ia berhasil melampaui batas tema dengan cara yang menyenangkan untuk ditonton, yakni membedah isu moralitas pelaku dengan humor.

Moralitas yang saya maksud sebagai landasan sikap protagonis, cenderung dikerdilkan dalam penayangan film kriminal. Umumnya, motif pelaku kriminil berangkat dari alasan klise seperti balas dendam, mencari kekayaan, hingga yang mutakhir penebusan dosa, tetapi tidak sedikit pula judul yang mengisyaratkan sifat "sudah dari sananya". 

Pemilihan motif ini bukan masalah, tetapi jadi soal kalau hanya sekedar ornamen narasi, sehingga fokus film jatuh pada hura-hura berdarah. 
Seven Psycopath sebenarnya bukan film serius. Ia adalah olok-olok bagi fetish sinema terhadap ikon psikopat. Lebih tepatnya, menunjuk penonton yang diam-diam lapar dengan sadisme. Ketika menyaksikan genre gore teranyar, kita telah mengizinkan kekejian berlangsung dengan mentoleransinya sebagai hiburan semata. 

Normalisasi ini memang membuat kita kebal, seakan citra kekejaman adalah hal yang biasa, fiksional, berjarak, dan dengan sendirinya dosis yang lebih tinggi barulah memuaskan hasrat kita atas batas-batas kengerian dalam sinema. Selayaknya seorang pecandu makanan pedas yang terus mengejar tingkat kepedasan yang hakiki, sudah lumrah bahwa obsesi atas fenomena ini terjadi, bahkan dikaji berulang kali. 

Ada tiga tokoh penting dalam filem ini. Sisanya bisa kita lupakan. Martin, Billy, dan Hans. Perbedaan sikap antara ketiga tokoh ini menghidupi Seven Psychopaths sebagai filem psikopat yang ternyata melangkahi judulnya. Karakter psikopat disajikan sebagai lelucon kering, jumlahnya bukan 7, juga tidak semuanya bisa dianggap sebagai psikopat. Di balik kekejamannya mereka adalah sosok yang hampa tujuan, bahkan melandasi rangkaian pembunuhan untuk sesuatu yang sangat sepele, misalnya seekor anjing atau demi penyelesaian naskah film. 

Moralitas yang ditanam oleh McDonagh dalam ketiga tokohnya setidaknya terdiri atas tiga arus pemikiran: humanisme, nihilisme, dan abusrdisme. Hematnya, humanisme merupakan pakem yang berkiblat pada nilai -nilai kemanusiaan sebagai harkat tertinggi kehidupan. Sementara Nihilisme menolak segala bentuk pemaknaan, termasuk tujuan hidup, apalagi nilai kemanusiaan, dimana absurdisme mengakui dan menyambut kekosongan makna ini dengan tangan terbuka. 

Intensi Marty mewakili kejenuhan sebagian penonton. Sebagai seorang penulis naskah kawakan, ia berkeinginan untuk membuat film dengan tema baru. Bosan katanya dengan karakter psikopat hollywood yang klise, sehingga ia hendak membuat film psikopat tanpa pembantaian, melainkan obrolan spiritual antar tokoh. Billy menyebut ini sebagai film Prancis.   

Billy adalah personifikasi obsesi kita terhadap polah sadis. Ia tidak perlu membenarkan pembantaiannya terhadap kelompok mafia tertentu. Ia cukup menguyon, bahkan tanpa memberi alasan yang jelas kepada penonton. Baginya pembunuhan suatu golongan tidak lain hanya soal selera si pembunuh, dan keacuhannya terhadap alasan membunuh, mengisyaratkan nihilisme yang kuat tentang kehidupan.  

Hans, adalah bentuk pendewasaan terhadap kekejian yang ia hadapi sepanjang hidupnya. Ia berkawan dengan Billy sebagai penculik Anjing. Anaknya mati terbunuh, lantas ia dan istrinya meneror si pelaku hingga mencabut nyawanya sendiri. "Hans adalah seorang kristen sejati", kata Billy. Tentu ini merujuk pada sikap legowo Hans ketika mendapati masalah-masalah di sepanjang jalan. Hampir tidak ketara perbedaan antara Billy dan Hans, kecuali bahwa Hans menerima dengan sangat perbedaan perspektif tajam dari kedua kawannya.

Saling-silang ketiganya membuat Seven Psychopath enak untuk ditonton. Ketika Billy menjadi antitesis Marty, Hans seakan memediasi keduanya. Unsur psikopat hanya menjadi objek yang diolok-olok, bentuk komikal, dan tidak dianggap serius keberadaannya. Babak terakhir dari film, ketika Hans memberika solusi atas dilema psikopat no.3, justru menggenapkan semuanya, membuat saya paham bahwa ini bukan sembarang film komedi. 

No comments: