Sebenarnya
zaman testimonian temen ini sudah lewat sejak smp. Berhubung saya kesal tidak
dapat hadir dalam ritual jumput telur, saya coba permalukan saja teman saya ini
disini.
Saya kenal orang ini waktu ulang
tahun irwin. Dia menghadiahi si imbisil sebungkus mild yang digangbang malam
itu juga hingga melompong. Bicara punya bicara, selera film kita sama (yang
biru beda), selera bukunya menarik, dan mudah diajak bicara hal-hal yang mengangkasa.
Bedanya dia lebih rajin mandi. Ya saya
kan cinta lingkungan dan aktivis penghematan air.
Teman saya ini, awalnya lebih mudah
dijelaskan indikasi karakternya melalui kawin silang kata ‘tidak’ dan sifat
buruk. Dia tidak bajingan, tidak pamer, tidak sombong, tidak norak, tidak
pelit, tidak malas, tidak cabul (tentatif), tidak nimbun rokok, yang paling
penting, tidak ikut-ikutan.
Belakangan saya tahu kualitas tanpa ‘tidak’
yang ia miliki. Mampu mengapresiasi suatu seni. Nah, kemampuan ini mewah, jika
seseorang berkata film ini bagus, seru,
dahsyat, maka ia berbasis percaya. Teman saya akan berkata bahwa film ini baik, karena (alasan). Bukti
apresiatif ini terlihat dari kualitas foto Instagramnya. Aspek lain banyak, tapi tidak saya tulis karena tujuan dari
tulisan ini mencoba mempermalukan teman saya (rasanya mulai gagal).
Teman saya ini pemikir bebas. Namun sering
merasa belum bisa membebaskan pikirannya (udah, tembak aja doi sob, biar
stalkernya ga nambah). Dia selalu punya pendapat yang unik, coba tanya karya
fotografi termahal di dunia, ia akan bercerita tentang originnya. Apa itu reinassance,
siapa Chuck Palaniuk, film berkualitas dan mengapa itu berkualitas, lagu indie
beken, dan lain-lain. Hal-hal non-trivial yang jarang orang tertarik dengar,
sebab kurang relevan bagi kebutuhan sosial anak-anak kampusnya (hidup
mahasiswa). Bedanya, jika ia tahu maka tahu, bukan seperti saya yang suka
gumoh-gumoh teori. Hal ini menjadi kualitas utama seseorang yang bagi saya nikmat
untuk dicuri pengetahuannya.
Teman saya ini relativist, saya baru
sadar setelah doi doktrin dengan bacaan chuck .P. Seorang relativist punya tenet utama; Suatu hal bisa jadi benar atau salah tergantung konteksnya. Kita tidak
bisa segampang itu menyatakan kebenaran sebelum mengkaji ulang. Beda dengan
nihilist yang mudah mengacungkan jari tengah terhadap semua belief. Umumnya, relativist
dianggap plin-plan, tapi bagi saya, dalam pembicaraan awam seputar filsafat dan
kritik sosial, relativist adalah orang yang bijak, karena apa yang diucapkan
telah melewati saringan otak dengan kritik yang paten. Usia dibawah 23 belum
punya kemewahan untuk menyatakan kebenaran (parsial) sebab diri sendiri belum
menjadi, maka berhati-hati itu perlu.
Kami pernah berombongan pergi ke Semeru.
Saya beriman pada kalimat ‘alam memaksa
orang untuk jujur’. Teman saya ini bukan koleris (karena saya ingat yang
suka perintah bukan dia), bukan oportunis (karena saya ingat dia ikut memasak
dan menyalakan api ketimbang tidur duluan), bukan melankolis (karena saya tidak
ingat dia cium-cium bunga di tepi danau), mungkin plegmatis, sebab tidak ambil
pusing untuk drama dan konfrontasi. Jika saya (ketiban rejeki) hendak pergi ke
gunung lagi, maka teman saya ini pasti saya ajak untuk menjadi dokumenter.
Sebelum sibuk dan entah nantinya
harus pakai dasi dan kemeja rapi, kami sering duduk bersama dan berbicang panjang
dan lebar. Disini karakter utama ketidakbajingan (sebab menyatakan baik itu
cenderung homo dan membosankan) teman saya terlihat, suka memprovide kopi dan
mewakafkan rokok, rela rumahnya diasapi dan dihinggapi semalaman, belum lagi
bukunya sering saya pinjam. Jika bicara, compact, tidak berbelit, dan suka
menanggapi hal yang (kembali) dianggap sepele. Pembicaraan jadi panjang,
bervariasi, berisi(semoga), dan menyenangkan. Saya memang bingung kenapa
lingkaran ini begitu kecil, padahal rasanya tidak eksklusif dan ditutup-tutupi.
Jadi saya sangat bersyukur untuk lingkaran ini.
Ini sedikit hadiah dari saya, sebuah
tulisan pihak ketiga untuk mensubsidi refleksi diri tahunan. Banyak semoga,
dipilih sendiri, nanti diAminkan (kalau ingat).
Selamat meneruskan nafas sob, semoga
tahun ini angka 21 menjadi angka keberuntungan.
No comments:
Post a Comment